infomjlk.id — "Ulah sok ulin sareupna," sebuah adagium Sunda yang tak hanya kaya akan makna, namun juga senantiasa relevan merangkul dinamika kehidupan modern kita. Secara harfiah, frasa ini mungkin terdengar sederhana, "jangan suka bermain di senja hari." Namun, jangan biarkan kesederhanaan itu menipu, sebab di balik untaian kata-kata tersebut tersimpan kebijaksanaan yang jauh lebih dalam, melampaui sekadar larangan bermain di sore hari.
Mengutip berbagai sumber, esensi peribahasa ini terbentang dari tafsir literalnya hingga kedalaman filosofis yang menggugah, berikut uraiannya:
- Ulah: Sebuah peringatan tegas, "Jangan," atau "tidak boleh."
- Sok: Menggambarkan kecenderungan, "Suka," "gemar," atau "senang."
- Ulin: Aksi yang menyenangkan, "Bermain," atau "bersenang-senang."
- Sareupna: Titik waktu krusial, "Waktu senja," atau "sore hari."
Jika kita menilik makna harfiah, peribahasa ini sejatinya adalah pengingat agar kita tidak terlarut dalam kesenangan, terutama saat batas waktu mendekat—menjelang senja. Leluhur Sunda kita, dengan segala kearifannya, telah memahami betapa esensialnya istirahat setelah hari yang panjang, demi menyambut esok dengan energi dan semangat yang membara. Ini adalah fondasi etos kerja dan disiplin yang patut kita renungkan.
Seiring roda zaman berputar, "ulah sok ulin sareupna" berevolusi, memancarkan makna filosofis yang semakin kaya dan mendalam. Peribahasa ini bukan hanya sekadar nasihat, melainkan sebuah panduan bijak yang mengajak kita untuk:
- Menghindari Jebakan Kesombongan: Senja, dalam banyak budaya, sering diasosiasikan dengan akhir dari sebuah kejayaan. Ibarat matahari yang gemilang di puncaknya sebelum akhirnya tenggelam, kita diingatkan untuk tidak terbuai oleh pencapaian atau kekuasaan. Kesuksesan itu fana, dan kebijaksanaan terletak pada kerendahan hati.
- Mengasah Indera Kewaspadaan: Redupnya cahaya senja secara inheren menuntut kewaspadaan lebih. Ini adalah metafora sempurna untuk senantiasa berjaga-jaga terhadap potensi bahaya atau godaan, terutama saat kita merasa berada di atas angin. Lingkungan bisa berubah, dan tantangan selalu mengintai.
- Mengenali Batasan Diri: Setiap permainan memiliki akhir, dan demikian pula kesenangan serta pencapaian. Peribahasa ini adalah seruan untuk memahami kapan saatnya berhenti, kapan harus bersyukur atas apa yang telah diraih, dan kapan harus menahan diri dari godaan mengejar hal-hal yang tidak esensial. Batasan adalah kunci kedamaian.
- Mengapresiasi Anugerah Waktu: Senja menandai transisi menuju istirahat dan persiapan untuk hari yang baru. Secara filosofis, ini menegaskan urgensi menghargai setiap detik waktu. Memanfaatkan setiap momen untuk hal-hal yang produktif, bermakna, dan membawa kebaikan adalah inti dari kehidupan yang terarah.
Meskipun berakar kuat dalam budaya Sunda, pesan abadi yang disuarakan oleh "ulah sok ulin sareupna" tetap menggema relevan di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern. Di era yang mengagungkan kompetisi dan pencapaian instan, tak jarang kita terjebak dalam pusaran kesombongan, lupa akan jati diri, dan sulit mengendalikan gejolak hawa nafsu. Peribahasa ini hadir sebagai pengingat yang esensial: untuk selalu membumi, waspada, dan bijaksana dalam menyikapi setiap pencapaian dan ujian.
"Ulah sok ulin sareupna" jauh melampaui sekadar larangan bermain di sore hari. Ia adalah peribahasa Sunda yang sarat akan makna filosofis, memandu kita untuk menjauhi kesombongan, meningkatkan kewaspadaan, mengenali batasan, menghargai waktu, dan menjalani hidup dengan penuh kebijaksanaan. Dengan meresapi dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, kita tidak hanya akan menemukan jalan menuju kehidupan yang lebih baik, tetapi juga menemukan makna yang mendalam dalam setiap langkah.
0 Comments