infomjlk.id — Pada awal abad ke-16, bentang alam Majalengka menjadi saksi bisu dari sebuah peristiwa yang menentukan arah sejarah Jawa Barat. Di tengah pergolakan kekuasaan antar kerajaan, Kesultanan Cirebon yang baru bangkit sebagai kekuatan Islam di pesisir utara Jawa, menggandeng sekutunya, Kerajaan Demak, dalam sebuah ekspansi militer besar-besaran "penaklukan Kerajaan Rajagaluh".
Salah satu fragmen menarik dari kisah ini berpusat di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Gunung Kuda. Nama ini bukan tanpa cerita. Di sinilah, menurut sejarawan lokal Nana Rohmana alias Naro, kuda-kuda perang pasukan gabungan Cirebon dan Demak diistirahatkan sebelum melakukan serangan ke jantung pertahanan Rajagaluh. Sebuah persinggahan singkat yang kelak memberi nama abadi bagi gunung tersebut.
Tahun 1528 diperkirakan sebagai waktu di mana pertempuran dahsyat itu terjadi. Rajagaluh, kerajaan yang berdiri di wilayah Majalengka, kala itu menjadi penghalang bagi ambisi ekspansi Kesultanan Cirebon ke wilayah barat. Dengan dukungan penuh dari armada Demak—yang saat itu merupakan kerajaan Islam terkuat di Jawa—Cirebon melancarkan serangan telak. Hasilnya, Rajagaluh luluh lantak, membuka jalan bagi dominasi Cirebon di Tanah Sunda bagian timur.
Peristiwa itu bukan sekadar kemenangan militer. Ia adalah momen penting dalam proses Islamisasi dan konsolidasi politik di Tatar Sunda. Gunung Kuda, yang dahulu hanya sebatas tempat peristirahatan pasukan, kini menjadi monumen alam yang menyimpan gema langkah-langkah kuda penakluk.
Menariknya, Gunung Kuda bukan hanya menyimpan jejak sejarah manusia, tetapi juga sejarah bumi itu sendiri. Di masa kolonial, seorang ahli geologi asal Belanda, Von Koenigswald, menemukan banyak fosil laut di gunung ini—fakta yang mengejutkan mengingat letaknya jauh dari garis pantai. Temuan tersebut mengungkap bahwa Gunung Kuda dulunya merupakan dasar laut purba, menjadikannya 'lumbung fosil' yang kaya akan nilai geologi.
Gunung Kuda merupakan bagian dari gugusan Gunung Koromong, yang terdiri atas gunung-gunung kecil seperti Gunung Bendera, Gunung Kerud, dan Gunung Goong. Nama Koromong sendiri diambil dari bentuk pegunungan yang menyerupai seperangkat alat musik gamelan.
0 Comments