Asal Usul Tradisi Kuda Cek Cek di Desa Wanasalam, Ligung Majalengka

Source: Dok. Pemdes Wanasalam

infomjlk.id — Di balik suara lonceng yang khas dan gerakan gemulai para pemainnya, Kuda Cek Cek menjadi salah satu warisan budaya paling hidup di Desa Wanasalam, Kabupaten Majalengka. Meski tak lagi ditunggangi oleh kuda sungguhan, kesenian ini membawa semangat yang kuat, simbolik, dan sakral. 

Tradisi Kuda Cek Cek diperkirakan lahir pada masa kolonial, sebagai bentuk perlawanan tersembunyi masyarakat desa terhadap penjajahan. Dengan memanfaatkan bambu, kulit hewan, dan lonceng kecil, warga membuat kuda tiruan yang dipentaskan dalam ritual-ritual adat. Nama “cek cek” berasal dari bunyi gemerincing lonceng saat kuda dimainkan. 

Namun lebih dari sekadar tontonan, Kuda Cek Cek adalah kesenian yang sarat makna spiritual. Ia diyakini mampu mengusir energi buruk, menjadi media syukuran panen, hingga pengingat akan nilai keberanian dan kebersamaan. Bahkan dalam beberapa pertunjukan, para penari bisa mengalami kerasukan (kesurupan) sebagai bentuk komunikasi dengan alam gaib atau roh leluhur. 

Yang menarik, kesenian ini biasanya ditampilkan saat momen besar masyarakat:
- Setelah Idul Fitri – sebagai bentuk rasa syukur dan silaturahmi warga.
- Setelah Hari Kemerdekaan (17 Agustus) – untuk memperingati perjuangan, sekaligus menyemarakkan kebersamaan desa. 

Menjaga tradisi bukan berarti menolak kemajuan, tapi menghormati akar yang membuat kita berdiri kokoh. 

Kuda Cek Cek adalah suara nenek moyang yang mengajarkan kita: untuk kuat, kita harus tetap membumi. Untuk maju, kita harus tetap mengenang.
Karena budaya adalah jati diri—dan Wanasalam punya kebanggaan yang tak bisa dibeli: warisan yang hidup dalam setiap dentang cek cek.

Post a Comment

0 Comments