Upaya Sistematis untuk Mendorong Hadirnya Kaum Muda dalam Kontestasi Politik yang Adil dan Bermartabat

Source: Infomjlk.id

InfoMJLK.id -- Rasa-rasanya, sudah waktunya bagi partai politik untuk mulai lebih serius mendorong kaum muda terjun ke dalam politik aktif. 

Anne Phillips, profesor teori politik asal Amerika Serikat, dalam bukunya yang berjudul “The Politics of Presence” menjelaskan bahwa penting untuk menghadirkan representasi secara acak dalam memperlihatkan keragaman kelompok masyarakat. Hal ini termasuk representasi kaum muda, sehingga kepentingan mereka dapat tersalurkan dengan lebih maksimal. 

Untuk mencapai hal tersebut, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita rumuskan terlebih dahulu berdasarkan opini dari para pengamat. 


1) Pertama, pemerintah dan pembuat kebijakan perlu membuat aturan yang menjelaskan detail terkait representasi kaum muda di dalam politik – seperti halnya aturan kuota 30% untuk keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif. 

Berbagai studi telah membuktikan bahwa kaum muda dapat memberikan gagasan yang matang dan melaksanakan proyek atau kegiatan sosial dengan baik dan berdampak luas. Oleh karenanya, untuk bisa mendengar suara kaum muda dengan “lebih jelas”, maka mereka harus diberi ruang seluas-luasnya. 

Jika tidak, maka representasi mereka di pemerintahan tidak akan maksimal. Ini karena secara psikologis, masih banyak masyarakat yang cenderung meremehkan usia muda dan menganganggapnya belum berpengalaman dalam politik dan pemerintahan. 


2) Kedua, setelah langkah pertama terlaksana, partai politik perlu membuka ruang untuk menerima dan menyediakan tempat khusus bagi kaum muda. 

Langkah kedua ini berfokus pada upaya tiap partai untuk secara mandiri merancang dan menghadirkan kelompok kaum muda yang siap untuk terlibat aktif dalam dunia politik. Diharapkan, secara serius partai dapat menghadirkan tokoh kaum muda yang mewakili aspirasi kelompok yang sebenarnya. 

Hal ini setidaknya dapat menjadi pintu untuk kaum muda terlibat pengalaman langsung dalam memahami kondisi politik yang terjadi. 


3) Ketiga, pemerintah, partai, dan sejumlah pihak terkait dapat menciptakan ruang untuk penguatan kapasitas dan pelatihan secara menyeluruh dalam mempersiapkan kaum muda untuk memahami dengan baik berbagai aspek yang akan dihadapi nantinya. 

Misalnya, ini bisa berbentuk pelatihan keterampilan untuk merumuskan visi misi yang tepat sasaran, keterampilan analisis sosial, dan berbagai kemampuan lainnya yang relevan untuk dimiliki seorang politikus muda. 

Meski demikian, strategi apapun yang akan digunakan jangan sampai partai politik memperlakukan kaum muda sebagai subyek yang seakan perlu “dibimbing” politikus senior agar mampu mencapai visi tertentu. Mereka justru harus diperlakukan secara egaliter dan aspirasinya harus benar-benar dijembatani. Jangan sampai kita melanggengkan perilaku paternalistik (mentalitas ‘sok menggurui’ kaum muda). 

Menghadapi Pilkada 2024, masyarakat tentu berharap ada angin segar yang mampu menghidupkan demokrasi dengan cara yang baru. Mulai dari Pilkada 2024, sudah sepantasnya kita memberi ruang dan kesempatan yang selebar-lebarnya pada kaum muda untuk mampu terlibat aktif. 


Tiga langkah yang disebutkan di atas masih sebatas gambaran umum. Partai politik memiliki tugas besar untuk merumuskan hal ini secara lebih detail dan terstruktur. 

Sebagaimana pesan salah seorang penulis sekaligus aktivis sosial asal Kanada, Naomi Klein, bahwa “Demokrasi bukan hanya hak untuk memilih; itu adalah hak untuk hidup bermartabat.” 

Di tangan kaum muda, kita patut menaruh harapan setinggi-tingginya.

Post a Comment

0 Comments