Harga Beras Naik, Menguntungkan Sekaligus Merugikan Petani, Mengapa Demikian?

Source: infomjlk

INFOMJLK.ID - Harga beras yang terus mencatatkan rekor tertinggi dalam beberapa hari terakhir, nyatanya menguntungkan sekaligus merugikan petani. 

Seiring kenaikan harga beras di pasaran yang semakin tinggi, secara langsung berdampak pada kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Hal tersebut merupakan berita baik sebab para petani dan pelaku usaha pertanian bisa menjual produk mereka dengan harga yang lebih tinggi dibanding sebelum-sebelumnya. 

Selain itu, kenaikan harga beras ini juga memicu naiknya biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM), yang mana kenaikan tersebut akan mempengaruhi kenaikan upah pemanenan, upah penanaman, serta upah membajak dan mencangkul. 

Hal tersebut sejalan dengan tanggapan petani yang baru-baru ini videonya viral. Dimana petani tersebut menyuarakan kepada presiden untuk tidak menurunkan harga beras, dan seruan tersebut nyatanya disambut positif oleh banyak netizen dengan latar belakang sama. 

"Disaat gaji PNS naik, kami para petani tidak ribut, UMR naik tiap tahun kami pun petani tidak ribut. Giliran gabah harganya 9 ribu, beras 17 ribu, pada teriak-teriak sama Presiden. Turunkan harga beras, turunkan harga beras," ucapnya. 

"Pak Presiden, kami para petani juga teriak jangan turunkan harga beras, jangan turunkan harga gabah," sambungnya. 

Meski demikian, ada beberapa pendapat yang mengatakan jika kenaikan harga beras ini sebenarnya juga merugikan para petani dan pelaku usaha tani. 

Katanya, dalam proporsi yang cukup besar, sebagian petani dan pelaku usaha tani merupakan konsumen neto beras (net consumers) yang masih harus membeli beras dengan harga pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Khususnya petani, produksi padi yang dihasilkan tidak selalu mampu memenuhi kebutuhan konsumsi beras mereka. 

Hal tersebut didasarkan pada hasip perhitungan yang dilakukan Basri & Patunru (2009) menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memperlihatkan bahwa pada 2004 sekitar 6,2 persen rumah tangga di Indonesia merupakan petani padi sekaligus konsumen neto beras. 

Sementara itu, pada saat yang sama sekitar 24,6 persen rumah tangga di Indonesia merupakan petani padi. Itu artinya, sekitar seperempat rumah tangga petani padi di Indonesia juga merupakan konsumen neto beras.

Post a Comment

0 Comments