Infomjlk.id - Berdasarkan kisah yang beredar di masyarakat, kurang lebih pada tahun 1628 di wilayah yang sekarang merupakan Kelurahan Munjul, Majalengka hidup seorang tokoh bernama Bapak Sareni.
Beliau adalah seorang tokoh yang berperangai lembut dan berilmu tinggi (sakti mandraguna). Ilmu padi merupakan pegangannya, yakni prinsip yang memegang teguh makna "semakin berisi semakin merunduk", jauh dari sifat angkuh dan kesombongan. Hal inilah yang membuat beliau sangat dihormati dan disegani oleh siapapun.
Pada suatu hari beliau kedatangan tamu, yang merupakan pasukan prajurit Kerajaan Mataram yang terpisah dari induk pasukannya setelah menyerang Batavia (1628-1629).
Sisa pasukan tersebut terlihat sangat lunglai karena kelaparan dan kehausan. Melihat keadaan demikian, Bapak Sareni permisi kepada tamunya untuk pergi ke dapur, guna menanak nasi seperiuk dan air satu ruas/lodong.
Secepatnya, setelah nasi dan air itu matang, segera disuguhkan olehnya kepada beberapa puluh orang prajurit Mataram yang sedang lunglai tersebut.
Alangkah takjub para prajurit tersebut, karena nasi seperiuk dan air satu lodong saja bisa mencukupi semuanya, padahal mereka sangat lahap.
Selesai makan, pimpinan pasukan berkata dalam bahasa Jawa: "Niki wong punjup bener, sega seperiuk lan banyu semono nyukupi balad kula". Artinya, kira-kira demikian: "Orang ini 'punjul' (sakti) sekali, nasi seperiuk dan air selodong saja dapat mencukupi pasukan saya".
Kata 'punjul' yang diucapkan oleh pimpinan pasukan Mataram itu ternyata membawa berkah tersendiri. Orang-orang di wilayah ini kemudian mengabadikannya menjadi nama desa di wilayahnya. Kata 'punjul' pada akhirnya mengalami perubahan pengucapan menjadi sebuah kata bersejarah yang melekat sampai saat ini, yaitu: Munjul.
0 Comments