Majunya Sepak Bola Majalengka Hanya Angan-angan Saja, Jika Suporternya Masih Doyan Membuat Kericuhan



Infomjlk.id -- Laga final Piala Pelajar KNPI tahun 2023 antara SMKN 1 Majalengka melawan SMAN 2 Majalengka pada hari Minggu (1/10/2023) kemarin, berhasil dimenangkan oleh SMAN 2 Majalengka dengan skor 2-1. 

Meski selama jalannya pertandingan berlangsung kondusif hingga laga tersebut berakhir, dan dilanjutkan dengan penyerahan piala. Namun tak berselang lama setelah laga tersebut berakhir, terjadi kericuhan di sekitar Mambo yang melibatkan para pelajar. Berdasarkan informasi dari @besokseninco kericuhan tersebut diperkirakan terjadi mulai pukul 20.10 WIB. Awalnya terjadi penyerangan yang dilakukan oleh salah satu kelompok sekolah dan mengakibatkan satu orang siswa menjadi korban atas insiden tersebut. 

Di sisi lain, beredar juga video gerombolan siswa sekolah melakukan sweeping terhadap gerombolan suporter yang diduga hendak melakukan penyerangan. Akibatnya, satu motor dan pengendara diberhentikan dan menjadi bulan-bulanan. Sementara itu pihak kepolisian sudah mengamankan beberapa di antaranya karena kedapatan membawa senjata tajam. 

Sampai saat ini belum diketahui pasti motif para pelaku kericuhan itu sebenarnya apa, namun diduga kuat penyebab kericuhan tersebut adalah imbas dari hasil pertandingan final Piala Pelajar KNPI tahun 2023. Entah pihak mana yang lebih dulu memulai, berdasarkan analisa saya terhadap respons isi komentar beberapa orang di dalam postingan @besokseninco, kedua belah pihak sama-sama punya penyangkalan masing-masing. Dari satu pihak menyebutkan mereka adalah korban penyerangan dan tidak tahu menahu soal penyebabnya, mereka hanya menduga itu adalah bentuk rasa tidak terima atas kekalahan yang terjadi. Sementara dari pihak lain menyebutkan adanya provokasi yang menyebabkan suasana menjadi chaos. 

Jika benar demikian, saya kira ini merupakan salah satu bukti kalau suporter sepak bola di Majalengka belum bisa bersikap dewasa, dan tak mau belajar dari banyaknya insiden suporter di Indonesia selama ini. Mereka masih menjadikan kekerasan sebagai budaya, mengutamakan ego dan hawa nafsunya atas nama eksistensi mereka dan tim kebanggaannya. Tidak mau bergerak ke arah positif dengan mengembangkan kreativitas dalam mendukung tim kebanggaannya. Lalu kekompakan dan kebersamaan yang mereka junjung tinggi pada dasarnya masih bersifat radikal. 

Kalau terus-terusan seperti ini, bagaimana sepak bola di Majalengka mau maju? Jika sepak bolanya saja masih dijadikan ajang huru-hara (INF). 

Post a Comment

0 Comments