Kita harus Menikah karena Sistem Tuhan


infomjlk.id - Dalam sejarahnya perempuan diciptakan setelah laki-laki. Perempuan ada untuk menemani laki-laki. Dengan begitu laki-laki lah yang membutuhkan perempuan. Dalam tatanan sosial pun poligami lah yang di cap boleh dilakukan sedangkan poliandri menurut data hanya 1 persen di seluruh dunia dan terbatas pada wilayah tertentu saja, seperti di Himalaya, Tibet dan beberapa Indian Amerika Utara. Begitupun apabila ada seorang janda yang cukup bisa menghidupi dirinya seringkali penuh pertimbangan untuk mencari pria yang mau menikahinya kembali. Berbeda dengan pria yang menduda acap kali keinginanya untuk menikah lagi lebih besar. Seolah laki-laki selalu mencari kekosongan hidupnya atau sang pejantan yang mencari inangnya. Sehingga dalam pencariannya laki-laki lah yang seolah mengejar-ngejar perempuan atau seperti burung yang berkicau untuk memikat sang betina. Kenapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya adalah adalah faktor biologis yaitu hasrat untuk melangsungkan keturunan yang sudah melekat pada sistem bahwa kita hidup di dunia kodratnya adalah melanjutkan regenerasi selama waktu di dunia belum berakhir.

Setali dengan hal itu perempuan yang berperan sebagai inang pada dasarnya akan menunggu untuk dibuahi. Ia dikaruniai oleh Tuhan sebuah janin yang mempunyai masa subur sampai terhitung waktu menopause. Demikian hal ini seolah menjadi bom waktu bagi perempuan. Janin sebagai kodrat yang dimilikinya akan menjadi tempat dimana sang regenerasi terlahir kembali. Ini adalah sebuah sistem atau tatanan keberlangsungan hidup. Oleh karena itu apabila perempuan mengikuti sistemnya maka ia pun akan membutuhkan laki-laki untuk dibuahi selagi masa subur tersebut. Sejalanan dengan itu artinya perempuan dan laki-laki berada pada simbiosis mutualisme atau keadaan dimana sama-sama saling membutuhkan.


Sebab adanya janin sebagai kodrat dan hasrat untuk bereproduksi itu akhirnya membangun situasi kompleks dalam sebuah tatanan sosial. Keduanya akan dilabeli single, janda, duda, poligami dan poliandri. Terlebih adanya aturan dari pemerintah untuk usia siap rerata perempuan minimal 21 tahun dan laki-laki minimal 25 tahun. Hal ini sejalan dengan waktu masa subur pada perempuan, kesiapan mental dan financial yang cukup untuk menjalani hidup berumah tangga. Disinilah yang selalu menjadi akar permasalahan pasalanya kesiapan mental dan financial seiring waktu semakin meningkat sesuai tuntunan zaman. Pada akhirnya financial selalu menjadi salah satu hambatan besar generasi z atau milenial sekarang. Setali dengan itu, akarnya adalah tentang eksistensi karena pada era modern sekarang ini privasi sudah sulit untuk didapatkan pasalnya kita sendiri yang meng-ekspose kehidupan sehari-hari. Kita akan melihat orang lain, membandingkan kehidupannya, menilai apapun itu sehingga kita larut dalam sistem untuk menjadi sama atau umum dengan mereka.

Lalu adakah yang melawan sistem? pada era sekarang munculah paham-paham yang menitikberatkan pada perlawanan sistem sosial. Pertama adalah paham anti-natalisme yaitu paham yang dianut oleh seseorang atau kelompok yang berpikir bahwa kelahiran punya konotasi negatif. Orang-orang yang menganut paham ini akan enggan atau tidak mau memiliki anak dengan sebab takut jika dikemudian hari anak-anak mereka akan mengalami penderitaan baik itu didasari oleh ekonomi, kesehatan, psikis hingga pengaruh budaya. Kedua adalah kebebasan financial dan kemandirian. Hal ini berbanding terbalik dengan anti-natalism yang mana mengkhawatirkan serba penderitaan. Seiring dengan meningkatnya kebebasan financial dan kemandirian seseorang maka seolah ia akan melebur atau bersikap apatis untuk mencari pasangan pasalnya mereka sudah bisa hidup mandiri tanpa perlu adanya bantuan orang lain. Namun kedua pemikiran tersebut sejatinya adalah fana. Selama ego yang dimiliki mereda mereka mungkin akan kembali pada kodrat dan mengikuti sistem yang Tuhan ciptakan untuk melangsungkan kehidupan.

Radc

Post a Comment

0 Comments