InfoMJLK.Id - Potensi daerah yang dimiliki Kabupaten Majalengka berupa kreasi keramik terbuat dari tanah merah bernama Terakota serius digarap pemerintah setempat untuk menjadi ikon baru bagi kota di sisi timur Provinsi Jawa Barat ini.
Lalu sebenarnya apa sih Terakota itu?
Menurut Ketua Harian Komite Ekonomi Kreatif Kabupaten Majalengka Ginggi Syar Hasyim pengertian sederhana dari Terakota ialah tanah liat merah yang dibakar.
"Gampangnya tanah liat merah yang dibakar namannya Terakota. Kalau tanah putih yang dibakar namanya porselen. Jadi bata dan genteng yang tersebar di Majalengka itu adalah Terakota," kata Ginggi, Minggu (14/3/2021)
Kabupaten Majalengka sendiri sudah lama terkenal akan produksi genteng dan bata. Kecamatan Jatiwangi menjadi sentra produksi tersebut sejak puluhan tahun lalu.
Menurut Ginggi ide untuk menjadikan terakota sebagai ikon Kabupaten Majalengka berawal dari kunjungan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil beberapa tahun lalu.
Saat itu Kang Emil sapaan akrabnya mendatangi Jatiwangi Art Factory (JAF) dan melihat proses pembuatan bata serta genteng. Melihat adanya potensi dari bata dan genteng itu Kang Emil meminta pengrajin untuk berkreasi.
"Kata Kang Emil mah Cik tambahan ku kreativitas. Ulah hungkul kenteng jeung bata (coba tambahin dengan kreativitas. Jangan hanya genteng dan bata)," ucap Ginggi.
Dari situlah para pengrajin bata dan genteng di JAF khususnya mulai berkreasi membuat beragam produk seperti keramik dengan motif-motif khusus yang tentunya berasal dari tanah merah yang dibakar.
Ginggi juga mengatakan terakota sudah menjadi budaya masyarakat Majalengka mulai dari ujung timur hingga barat. Hampir sebagian besar kecamatan di Majalengka memiliki tempat produksi bata dan genteng.
Menurutnya juga Terakota menjadi poros ekonomi utama masyarakat Majalengka selain pertanian. "Kalau ditelusuri bukan cuma Jatiwagi saja, tapi ada juga di Kecamatan Dawuan, Kasokandel, Sukahaji, Ligung, Jatitujuh, Sumberjaya dan lainnya. Jadi sangat pantas jika Terakota dijadikan ciri atau ikon Kabupaten Majalengka," ungkapnya.
Ia juga mengingat awal mula industri bata dan genteng di Majalengka dimulai sejak tahun 1905. Saat itu ingat Ginggi, kolonial Belanda datang dengan investasi besar dan membangun 2 pabrik gula.
Untuk memenuhi pembangunan dan selera arsitekturnya, masyarakat diperintah belajar membuat bata dan genteng. Hasilnya terciptanya pemenuhan kebutuhan pembangunan kotanya yang juga berimbas pada tumbuhnya sentra industri dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Sekarang pun demikian. Majalengka akan ada pembangunan karena investasi besar mulai bermunculan, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan harus ada minimal 30 persen konsep Terakota di tiap bangunan," lanjut Ginggi.
Berdasar catatannya, Ginggi menjelaskan bahwa industri Terakota di Majalengka saat ini melibatkan hampir 150.000 orang baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
"Sekarang mereka mengeluh kurangnya pasar karena kalah bersaing dari produk-produk alternatif lain. Oleh karena itu Gubernur dan Bupati Majalengka menetapkan harus ada Terakota ke depannya di tiap pembangunan," imbuhnya.
Saat ini di Kabupaten Majalengka sendiri sudah dibangun ruang-ruang publik yang mulai mengusung konsep Terakota. Hal itu pun berdampak positif bagi industri bata dan genteng.
"Sudah ada 6 jebor (pabrik genteng) kecil yang punya semangat membuat ragam produknya. Sekali lagi dulu juga kita tidak bisa membuat bata dan genteng. Namun karena adanya permintaan kita jadi belajar memproduksi sesuatu bata dan genteng," ucapnya.
"Ini adalah sejarah tahun 1905 yang terulang," tutup Ginggi.
Sumber detik.com
0 Comments