Source: Ilustrasi / Dok. Genpi Majalengka
infomjlk.id — Setiap tahun, Hari Jadi Majalengka seharusnya menjadi momentum sakral dan istimewa untuk meneguhkan jati diri daerah, merayakan warisan budaya, menampilkan kebanggaan lokal, dan mengapresiasi kreativitas masyarakatnya. Namun dalam beberapa tahun terakhir, nuansa perayaan ini perlahan bergeser. Panggung-panggung besar mulai didominasi oleh konser megah dari stasiun televisi nasional seperti SCTV dan ANTV, menggantikan geliat event-event kreatif lokal seperti halnya My Create Festival, Festival Kota Angin, dan Konser Kampung serta event lainnya yang selama ini menjadi jantung perayaan Hari Jadi Majalengka.
Sekilas, kehadiran konser dari media besar ini memang terlihat menggiurkan: artis ibu kota hadir, panggung megah dibangun, dan publisitas Majalengka tersebar ke seluruh penjuru negeri. Namun jika dilihat lebih dalam, benarkah ini bentuk promosi daerah yang tepat? Ataukah justru kita sedang membiarkan identitas budaya Majalengka terpinggirkan oleh kemasan hiburan instan?
Mengapa Kita Harus Kritis?
Majalengka bukan sekadar lokasi konser. Ia adalah rumah bagi seni buhun, kesenian tradisional seperti Tarian Topeng, Sampyong, Sintren, Karinding, Gaok, bahkan Tarawangsa dan pameran kerajinan khas, hingga geliat UMKM yang merepresentasikan denyut ekonomi rakyat. Dalam perayaan Hari Jadi Majalengka sebelumnya, ruang-ruang publik dipenuhi kreativitas lokal, dari festival budaya, pertunjukan komunitas seni, pameran kriya, hingga parade anak-anak sekolah yang menunjukkan kebanggaan atas asal-usul mereka.
Sayangnya, ketika acara utama Hari Jadi mulai digeser oleh panggung hiburan dari luar, suara-suara lokal itu nyaris tak terdengar. Seniman lokal menjadi pengisi waktu jeda, pelaku UMKM kehilangan panggungnya, dan warga hanya menjadi penonton dari euforia yang mereka sendiri tidak ikut membentuknya.
Pentingnya Menjaga Akar Identitas!
Identitas daerah tidak dibentuk oleh selebritas nasional atau gemerlap lampu panggung, melainkan oleh napas sejarah, budaya, dan partisipasi warganya. Jika pemerintah daerah terlalu bergantung pada event eksternal untuk mendongkrak popularitas, maka kita sedang membangun citra luar yang rapuh—tidak berakar pada kekuatan lokal.
Kita tidak anti terhadap kolaborasi dengan pihak luar. Namun harus ada keseimbangan. Panggung megah boleh hadir, tetapi jangan sampai menyingkirkan akar yang membuat Majalengka istimewa: masyarakatnya, budayanya, dan produk lokalnya.
Perayaan Berbasis Identitas, Kolaborasi Tanpa Asimilasi!
Pemerintah Kabupaten Majalengka perlu mengkaji ulang arah penyelenggaraan Hari Jadi agar tidak kehilangan jiwanya. Beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan antara lain:
• Mengedepankan Event Kreatif Lokal Sebagai Acara Utama
Konser besar dari stasiun TV bisa dijadikan pelengkap, bukan acara inti. Event utama harus tetap diisi oleh pertunjukan seni tradisional, parade budaya, serta pameran produk lokal yang memperlihatkan keunggulan Majalengka.
• Memberdayakan Komunitas Seni dan Kreatif Lokal
Libatkan lebih banyak seniman, komunitas kreatif, pelajar, dan UMKM dalam proses kurasi dan penyelenggaraan. Ini akan menumbuhkan rasa memiliki dan memperkuat ekosistem seni lokal.
• Membangun Platform Event Hybrid
Kombinasikan event lokal dengan publikasi nasional tanpa mengorbankan konten lokal. Misalnya, stasiun TV besar bisa menayangkan acara budaya lokal secara langsung, bukan membawa format acara yang seragam ke daerah.
• Evaluasi dan Partisipasi Publik
Buka ruang diskusi pasca perayaan untuk mengevaluasi penyelenggaraan acara. Libatkan masyarakat agar suara mereka menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan berikutnya.
Arah yang Harus Diperjelas!
Hari Jadi bukan sekadar ulang tahun administratif. Ia adalah refleksi siapa kita dan ke mana kita akan melangkah. Pemerintah Kabupaten Majalengka diharapkan tidak terbuai oleh panggung kilat yang hanya membawa sorotan sesaat. Yang lebih penting adalah membangun panggung yang berkelanjutan, yang memperkuat kebanggaan warga dan mencerminkan karakter Majalengka secara utuh.
Karena sejatinya, perayaan terbaik adalah yang membuat masyarakat merasa dilihat, didengar, dan dihargai—bukan sekadar menjadi penonton di tanah kelahirannya sendiri.
0 Comments