Insiden Kesurupan Massal Ratusan Pekerja Pabrik di Majalengka

unsplash.com/Zhouxing Lu

infomjlk.id - Pada Kamis (06/07) kejadian yang menyita perhatian terjadi di salah satu pabrik di Majalengka. Kurang lebih 100 orang pekerjanya dilaporkan mengalami kesurupan secara massal, demikian diumumkan oleh pihak kepolisian AKBP Indra Novianto. Jumlah korban kesurupan yang cukup besar ini melampaui kejadian-kejadian serupa sebelumnya yang hanya mendera individu tanpa hingar yang signifikan.

InfoMJLK mendapat kesempatan untuk dengarkan kesaksian C (19 tahun), yang terhitung telah 1 tahun bekerja di pabrik tersebut. Ia menuturkan jika pabrik tidak pernah diliputi cerita-cerita mistis. Tempat ini murni jalankan fungsinya sebagai area kerja buat para karyawan. Namun, kali ini situasi menjadi agak lain. Terjadinya kesurupan massal yang melibatkan ratusan orang di lingkungan pabrik mengguratkan kekhawatiran dan kebingungan baginya pribadi.

“Awalnya di lantai empat sempet kena tiga-empat orang. Terus pindah ke line saya (yang tepat di samping line tersebut), pindah lagi ke line sampingnya. Konsentrasi kerja udah agak buyar tuh. Ada (Korban) yang nangis, jerit-jerit sampai istirahat makan siang,”

Saat itu, tutur C, penanganan dilakukan oleh sesama pekerja pabrik. Mereka melibatkan diri dengan mengadopsi metode spiritual saat kesurupan terjadi yakni membaca doa. Lain itu korban juga perlahan diajak berkomunikasi. Upaya-upaya untuk gapai kesadaran korban yang sedang tak berada di sana.

“Habis istirahat, gak seberapa lama aku sampai di line, kedengaran lagi ribut-ribut dari lantai tiga. Mungkin karena penasaran, banyak yang mendekat ke arah sumber suara termasuk saya. Ternyata kejadian juga di lantai tiga, di lantai dua,”

Sebab bermunculan korban dalam jumlah banyak dan demi mencegah laju keresahan semakin tak terkendali, evakuasi-evakuasi pun dilakukan. Ke klinik, ke kantin, ke pos jaga, ke pelataran gedung. Ada korban yang mampu dipapah, digotong sampai didudukkan dalam kursi roda.

Kala ditanya tentang apakah masih kejar target di hari itu, C menjawab jika situasi sudah tak jelas lagi untuk membicarakan target. Bahan yang bergulir juga disentuh semampunya saja. Konsentrasi kerja yang sebelum istirahat agak buyar, menjadi “..buyar weh buyar a..” setelah jumlah korban terus meningkat.

C menuturkan jika kejadian kesurupan ini masih terus bergulir hingga malam, hingga pabrik berhenti beroperasi.

Sementara itu, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan untuk mencari tahu penyebab pasti dari insiden ini. Meskipun atmosfer pabrik terasa tegang dan penuh ketidakpastian, tidak ada kesan mistis yang melekat pada area kerja ini berdasar penuturan C. Lalu fokus utama para pihak terkait saat ini barangkali berkisar pada pemulihan korban-korban dari situasi ini dan meredakan kekhawatiran para pekerja pada tempat mereka bekerja.

Secara ilmiah, kesurupan atau histeria kerap diidentikkan dengan stres dan tekanan-tekanan yang menjadi penyebabnya, baik berasal dari pekerjaan, pertemanan, kondisi keluarga dan sendi kehidupan lain. Penderitanya secara tidak sadar tengah berusaha menghilangkan realita tajam yang menjerat. Ia memunculkan identitas baru untuk menopang identitas asli yang sedang rapuh. Ketika kejadian ini memantik bawah sadar orang di sekitar, yang barangkali juga sama lelahnya dan telah memiliki bawaan sugesti mistis, di situlah histeria massal berpotensi timbul.

Insiden kesurupan massal ini mengingatkan kita betapa pentingnya mengedepankan kesehatan mental dan fisik di lingkungan kerja. Kolaborasi serta dukungan antara rekan kerja dan berbagai pihak terkait dapat menjadi kekuatan dalam menghadapi situasi rawan dan tak terduga seperti ini. Semoga para korban dapat pulih kembali, dan langkah-langkah pencegahan dapat diambil agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Sebagai penutup berikut kutipan dari psikolog Klinis Steven Diamond tentang kesurupan dalam artikel yang dimuat Psychology Today (2002), dilansir dari BBC:

"Mungkinkah gejala yang luar biasa ini mengungkapkan sesuatu tentang bagaimana perasaan mereka yang sebenarnya tetapi tidak mampu atau tidak mau membiarkan diri mereka secara sadar mengakui, merasakan, atau berbicara secara verbal?"


Raka Langit

Post a Comment

0 Comments